Senin, 15 Juli 2013

Beranda » » Sehari Bersama Dian Pelangi  

Sehari Bersama Dian Pelangi  

TEMPO.CO, Jakarta- "Setiap hari adalah parade fesyen," kata Dian Wahyu Utami, perancang busana muslim yang lebih dikenal sebagai Dian Pelangi. Pada usia yang baru 22 tahun, ia sudah menjadi magnet fesyen Indonesia, juga dunia.

Ia menjadi narasumber di saluran televisi berita CNN pada 2010 untuk membahas tren hijab. Bahkan, Putri Nadja Anna Zsoek dari Istana Buckeburg, Jerman, menghampirinya di belakang panggung acara hijabers gathering di Hannover, bulan lalu, untuk "meminta" koleksinya.

Dian melakukan segalanya sendiri, dari membuat desain awal, mengawasi produk, sampai menggelar pergelaran busana. Ia membawa Dian Pelangi, perusahaan keluarga yang sudah berusia dua dekade, terus tumbuh secepat ide-ide yang ada di kepalanya. Lima merek dilahirkannya: Dian Pelangi Gallery, Dian Pelangi Bride, DP by Dian, Dinda Pelangi Kids, dan Dian Pelangi Basic. Harga jualnya beragam, dari Rp 50 ribu hingga Rp 10 juta.

Memasuki Ramadan, kegiatan Dian bejibun. Undangan pergelaran busana, acara bincang-bincang, dan bazar rajin menghampirinya. Ia juga ngebut menyelesaikan Ramadhan Rose, koleksi terbarunya yang terinspirasi oleh bunga-bunga musim semi yang dilihatnya di Paris tiga bulan lalu. Setelah pergelaran tunggal di Gandaria City, akhir pekan lalu, Dian akan menampilkan koleksinya lagi dalam peluncuran Galeries Lafayette, gerai busana bergengsi Prancis di Pacific Place, 17 Juli mendatang.

Meski sangat sibuk, pemilik tinggi badan 172 sentimeter ini tak pernah bermasalah dengan keluarganya. Suaminya, Tito Prasetyo, 33 tahun, adalah Manajer Pengembangan Bisnis Dian Pelangi. Walhasil, setumpuk kesibukannya tak pernah menjadi masalah. "Pekerjaan malah mempererat keluarga," kata Dian, kepada Heru Triyono dan fotografer Nurdiansyah dari Tempo, yang mengikutinya seharian, Sabtu pekan lalu.

Selanjutnya PUKUL 10.00 WIB

PUKUL 10.00 WIB

THE SKENOO HALL, GANDARIA CITY, JAKARTA

Saat Dian sedang dirias, tiba-tiba Ascia Al Faraj "memaki" Dian. "I hate you. You made me buy a lot of clothes here," ujar fashion blogger asal Kuwait tersebut, lantas tertawa. Dian membalas candaan temannya itu dengan senyuman dan berkata, "I'm glad you enjoy it."

Pagi itu, Dian memakai jilbab berwarna kuning yang dilingkari aksesori hair band warna emas ala Bohemian Bourgeois, yang sedang menjadi tren di Paris. Bohemian Bourgeois dikenal sebagai BoBo, yakni aliran mode yang mengeksplorasi gaya hidup kelas menengah di Paris. Dian tampak mempesona.

Tapi jangan bayangkan Dian sudah trendy sejak kecil. Ia ingat betul, jilbab pertamanya adalah kain kotak paduan warna biru dan oranye. Ia melipatnya menjadi segitiga, lalu dipakainya tanpa "embel-embel" lain. Ia mulai berjilbab sejak duduk di bangku kelas I sekolah dasar, tapi masih »buka-tutup".

Dian mengenal jilbab dari ibunya, Hernani Djamaloedin, pemilik butik muslim yang menanamkan tradisi Islam yang kuat kepadanya. Kalau azan subuh berkumandang, Dian akan dipaksa bangun untuk menunaikan salat. Jika tidak segera bangun, air dingin akan membanjiri wajahnya. Bahkan, sang ibu selalu mendatangkan guru mengaji setiap hari untuknya. "Ibu memang keras," ujar pengagum penyanyi Craig David ini.

Selain ketaatan pada agama, ajaran keras Hernani membuat Dian terampil menjahit dengan tangan sejak masih di bangku kelas II sekolah dasar. Rancangan pertama Dian adalah dress seksi untuk boneka Barbie-nya. Busana itu ia buat dari bahan katun.

Yang jelas, bakat Dian kecil bukan cuma menjahit. Ada bakat terpendam lain yang dimilikinya: menjadi kiper. Dian kecil memiliki hobi bermain sepak bola bersama teman-temannya di kompleks rumahnya di Permata Griya, Palembang, setiap sore. Tidak jarang, saat menjadi kiper, bola menyambar wajahnya. Bagi dia, itu sudah biasa. Tak aneh, saat masih kecil, kulit Dian dekil. Ia juga bertubuh kurus. "Jauh, deh, sama yang sekarang," kata Dian, yang berkulit bersih dan terang, sambil terbahak.

Selanjutnya Pukul 15.00

15.00

HIJAB TUTORIAL OLEH ASCIA AL FARAJ, GANDARIA CITY

Dian duduk memperhatikan Ascia yang sedang memberikan pelatihan memakai jilbab turban di atas panggung. Turban adalah sorban gaya Persia yang kini menjadi tren di kalangan hijabers. Ascia, yang melapisi kepalanya dengan dalaman jilbab berbentuk ninja warna krem, memperlihatkan kepiawaiannya memutar-mutar jilbab turban merahnya sehingga menjadi lipatan sorban. Semua terlihat rapi hanya dalam hitungan menit.

Ascia bukanlah fashion blogger sembarangan. Instagramnya memiliki 400 ribu pengikut, termasuk penyanyi kaliber dunia, Rihanna. Bahkan foto-foto instagramnya diberi "jempol" oleh Lady Gaga. Dian mengenal Ascia dari instagram juga. Keduanya melakukan kopi darat saat Dian mengikuti peragaan busana muslim di Kuwait tahun lalu. Saat itu, Dian diundang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Peragaan di Kuwait diadakan pada tahun ketiganya sebagai perancang populer. Dian pertama kali mengikuti peragaan busana pada 2009 di Melbourne, Australia, dalam acara Islamic Fashion Festival. Sebanyak 40 set busana ia tampilkan waktu itu dan langsung mendapat sorotan dari koran The Age. "Saya amat bersyukur saat itu. Padahal, aku dulu malu sekolah di SMK jurusan tata busana," ujarnya.

Awalnya, Dian memang tidak suka belajar di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Pekalongan, tepatnya di jurusan tata busana. Menurut dia, sekolah itu tidak bergengsi. Ia sempat bersitegang dengan sang ayah, Djamaloedin, yang memasukannya ke sekolah tersebut. Bahkan, Dian sempat melepas jilbabnya, tapi kembali memakainya. "Saat becermin, aku lebih cantik memakai jilbab karena pipi lebih tirus," ujar Dian, yang saat remaja bercita-cita menjadi arsitek.

Begitu lulus SMK, pada usia 17 tahun, Dian langsung diberi tanggung jawab mengurus butik Dian Pelangi di Jakarta. Di Jakarta juga, ia melanjutkan studinya ke ESMOD (l'Ecole Supérieure des Arts et techniques de la Mode), sekolah mode yang berpusat Paris, Prancis. Ia pun memperdalam ilmu bahasa Arab dengan kursus di Lessanul Arab di Kairo, Mesir. Di sana, ia mengamati gaya busana ala Timur Tengah. "Tapi sebenarnya aku ke Mesir karena terinspirasi juga sama film Ayat-Ayat Cinta," ujarnya tertawa.

Selanjutnya Pukul 19.30

19.30

SHOW TUNGGAL DIAN PELANGI, GANDARIA CITY

Dian seolah-olah baru selesai lari sejauh 5 kilometer sebelum tiba di belakang panggung. Napasnya cepat. Ia panik karena acaranya mundur 30 menit. Namun ia tampak mencoba "kalem" dengan duduk sembari mengulum permen rasa mint. Sesekali, ia menelepon suaminya yang wira-wiri di depan dan belakang panggung.

Malam itu, Dian memakaikan sendiri jilbab dan pakaian rancangannya di kepala para model. Beberapa dari mereka adalah selebritas. Sebanyak 100 koleksi ia siapkan. Persiapan itu ia lakukan selama tiga bulan. Dian ingin pertunjukan tunggal pertamanya itu berjalan sempurna. "Aku ini perfeksionis," kata Dian, yang berganti baju kurung kuning dengan rok lebar perak abu-abu.

Dalam merancang, Dian selalu menghindari bahan transparan dan desain yang membentuk tubuh. Yang paling utama, aurat harus tertutup. Itu sudah menjadi pakemnya. Namun, sesuai dengan nama labelnya, Dian Pelangi, ia selalu menyematkan corak warna-warni pada setiap rancangannya. Sedikitnya ada dua warna dalam setiap desain yang ia buat.

Rancangan Dian sudah menjelajah hingga Dubai (Uni Emirat Arab), Kairo (Mesir), Amman (Yordania), London (Inggris), Perth (Australia), Hannover (Jerman), Paris (Prancis), Singapura, dan masih banyak lagi. Dian Pelangi memiliki 14 cabang butik yang tersebar di 13 kota di seluruh Indonesia dan Malaysia. Total, kata Dian, dalam sebulan, perusahaannya bisa memproduksi 1.000 potong baju. Permintaan ini bisa meningkat lima kali lipat selama Ramadan.

Dian mengaku senang bisa mengilhami kaum Muslimah dalam berbusana. Kini, busana muslim sudah dianggap trendi dan tidak kampungan. Prinsip dia, syiar tidak mesti dilakukan di masjid, tapi bisa juga dilakukan di mal dengan memakai busana muslim yang menarik. "Kalau usaha kita tampil di depan manusia besar, pastinya tampil di depan Allah bisa lebih besar lagi," kata pendiri Hijabers Community ini.

Selanjutnya Pukul 22.00

22.00

PENUTUPAN SHOW TUNGGAL

Pergelaran busana milik Dian ditutup dengan parade sekitar 120 model. Saat penutupan, Dian tidak naik panggung sendiri. Ia mengajak seluruh keluarganya, sementara ratusan penonton langsung berdiri dan memberi tepuk tangan meriah. Beberapa perancang mode papan atas terlihat hadir, salah satunya Musa Widyatmodjo. "Senang banget semuanya lancar. Semoga jadi inspirasi untuk teman-teman muslimah," katanya.

Bagi Dian, inspirasi bisa datang dari mana saja, antara lain foto, bunga, sketsa, buku, dan majalah. Dian juga mengaku banyak terinspirasi oleh karya-karya fotografi.

Cita-cita terbesarnya adalah menggelar pertunjukan busana di Amerika Serikat. Lewat fesyen, ia ingin mengubah jalan pikiran orang Barat dengan menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang modern dan moderat.

Jalan menuju ke sana sudah menemui titik terang. Komunitas muslim di Amerika mengundangnya. »Saya diundang ke California. Akhir tahun ini, aku ingin penuhi hal itu," katanya dengan nada begitu gembira.

Source : http://id.berita.yahoo.com/sehari-bersama-dian-pelangi-124631599.html