Sabtu, 06 Juli 2013

Beranda » » Supaya Wayang Digemari Kaum Muda

Supaya Wayang Digemari Kaum Muda

TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai kalangan yang peduli pada kelestarian wayang menggelar Festival Wayang Indonesia selama tiga hari sejak 4 Juli 2013 di kompleks kota tua Fatahillah, Jakarta. Mereka adalah Pepadi (Persatuan Pedalangan Indonesia), Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), Museum Wayang, dan Total Indonesia.

Ketua Panitia Festival Wayang Indonesia 2013, Ki Asman Budi Prayitno, mengatakan keinginannya memperkenalkan ragam wayang Indonesia karena wayang merupakan kekayaan tak ternilai sekaligus memiliki nilai kehidupan. Karena itu, ia berharap dengan memperkenalkan ragam wayang kepada publik, wayang akan terus lestari.

Selain pameran, Festival Wayang Indonesia menggelar perlombaan antar dalang dari berbagai provinsi. Lomba ini diikuti sekitar 13 dalang muda berusia 16 sampai 30 tahun.  Mereka berasal dari DKI Jaya, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.

Beberapa hari sebelumnya, di Hotel Gran Sahid diadakan lokakarya pelestarian wayang yang menghadirkan Suparmin Sunjoyo, Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi), dan mantan Sekretaris Jendral Puppetry Association, dalang wayang urban, Nanang HP, dan budayawan Taufik Rahzen, penggagas The Royal Panji Society

"Wayang dibiarkan bertarung sendirian melawan budaya global. Indonesia tidak seperti Jepang, Korea, Cina, dan Vietnam yang menjadikan pembangunan karakter menjadi prioritas utama," kata Suparmin. Meski diakui Suparmin, penyebab turunnya minat generasi musa kepada wayang karena  faktor bahasa, durasi, lakon berat, dan terlalu filosofis.

Nanang HP menunjuk kesalahan utama kegagalan mengapresiasi wayang ada pada orang tua. "Pada dasarnya orang Indonesia senang diberi dongeng. Wayang memuat semua unsur drama yang ada di semua cerita. Dari kisah seram, menggemaskan, hingga lucu," katanya.

Ia memaklumi bila anak muda tidak menggemari wayang."Karena kendala komunikasi, ritme berbeda, atau kurang dinamis," kata Nanang yang membuat wayang Sandosa, salah satu kiat menciptakan komunikasi semakin cair.

Taufik Rahzen menyebutkan perbedaan wayang Jawa dengan wayang Cina, Turki, juga Yunani. "Wayang sebagai pertunjukan budaya menjadi bumper zone yang mampu mengintegrasikan semua hal," katanya.

Dari ajang yang sudah digelar ketiga kalinya ini, diharapkan akan mencetak dalang muda profesional. Di tempat acara, selain bisa menyaksikan dan mengkoleksi aneka wayang dari berbagai daerah seperti, wayang kulit purwa Yogyakarta, wayang golek Minang, wayang Potehi, wayang Kampung Sebelah, dan lainnya.

EVIETA FADJAR

Topik terhangat: EDSUS: Para Penemu Muda|Tarif Progresif KRL | Bursa Capres 2014 | Ribut Kabut Asap | PKS Didepak?

Source : http://www.tempo.co/read/news/2013/07/06/114494004/Supaya-Wayang-Digemari-Kaum-Muda