Senin, 23 September 2013

Beranda » » Festival Wayang Internasional, Ajang Pertukaran Pengetahuan

Festival Wayang Internasional, Ajang Pertukaran Pengetahuan

TEMPO.CO, Ubud - Prof. Dato Dr. Ghulam Sarwar Yousof, yang menjadi Ketua Komite Pengarah Festival dan Seminar Wayang Internasional yang berlangsung di Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma, di Banjar Tegal Bingin, Kemenuh, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, mengatakan bahwa event festival menjadi sangat penting sebagai ajang pertukaran pengetahuan, kreativitas dan riset antar bangsa tentang kesenian wayang.

Ghulam, pakar teater tradisional Asia Tenggara dari Universitas Malaya, Kualalumpur, itu mengemukakan pendapatnya dalam acara konferensi pers penyelenggaraan Festival dan Seminar Wayang Internasional, Senin, 23 September 2013.

Ghulam mengatakan festival di Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma disiapkan dalam waktu yang singkat, yakni ketika dia bertemu dengan Hadi Sunyoto, salah seorang pendiri Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma, pada Agustus 2012 lalu. Keduanya pun sepakat untuk menyelenggarakan event festival disertai seminar tentang wayang yang berskala internasional.

Kenyataannya, rencana yang berawal dari perbincangannya dengan Hadi Sunyoto, setelah disampaikan kepada para pelaku pewayangan, pemerhati maupun peminat wayang di berbagai negara, mereka menyambutnya dengan antusias. "Sayangnya, karena berbagai hambatan, ada yang hanya mengirimkan makalahnya dan tak bisa hadir di arena festival ini," kata Ghulam.

Seperti diberitakan sebelumnya, peserta dari 8 negara hadir dalam acara yang akan berlangsung hingga 27 September 2013 tersebut. Mereka berasal dari Brunai Darussalam, Filipina, Jepang, Myanmar, Iran, Chechnya, Malaysia, Australia, dan Indonesia sebagai tuan rumah. Ada yang menjadi pembicara pada acara seminar, ada pula yang menampilkan pertunjukan wayang,

Ghulam melihat, kondisi wayang di berbagai negara cukup beragam. Seperti di Malayasia, wayang sulit berkembang karena adanya sensor yang dikaitkan dengan agama. Tetapi di Filipina yang tidak memiliki tradisi wayang, justru terdapat orang-orang kreatif yang menggunakan wayang sebagai sarana menyampaikan pesan.

Sementara itu Guru Besar dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof. Nyoman Sedana, yang juga menjadi anggota komite pengarah festival, membantah anggapan bahwa wayang tidak bisa diterima oleh kalangan anak muda. "Anak saya sendiri sekarang menjadi dalang dan dia mampu mendalang dalam bahasa Inggris," ujarnya.

Kuncinya, kata Sedana, adalah kebebasan berkreasi untuk mempelajari dan mengembangkan wayang sesuai dengan kapasitas seseorang, serta perkembangan zaman.

Wayang tidak boleh hanya menjadi sarana hiburan atau religius, tapi kini sudah menjadi bidang ilmu pengetahuan. Selain itu, bisa pula ditampilkan dalam cara yang beragam. "Misalnya, kalau di Pura, ya, dengan bahasa kawi, tapi kalau di ruang pertunjukan bisa juga dengan bahasa Inggris sehingga lebih banyak orang yang mengerti tentang pewayangan," ucap Sedana.

Komisaris Bank Central Asia (BCA) Cyrillius Harnowo mengemukakan, digelarnya festival dan seminar wayang berskala internasional, diharapkan menandai kebangkitan wayang sebagai ikon kebudayaan.

Menurut Cyrillius, harapan itu bisa terwujud dengan cara melakukan kegiatan yang bertujuan pelestarian wayang disertai daya kreatif untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan zaman. "Tugas kita untuk melakukan hal itu. Terutama dengan melibatkan generasi muda," tuturnya.

Atas dasar itulah BCA langsung menyatakan kesediannya untuk menjadi partner Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma, dan mensponsori ajang festival dan seminar pewayangan.

Wayang, kata dia, bukan hanya sebagai sarana untuk menanamkan nilai budaya dan budi pekerti. Tetapi juga merupakan sarana hiburan sehingga wayang menjadi penyeimbang kehidupan.

Saat ini wayang mulai menunjukkan gejala kebangkitan. Itu terlihat dengan makin banyaknya kalangan yang mau terlibat dalam pelestariannya. Selain festival dan seminar Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma, BCA juga telah mensponsori pembuatan komik wayang dalam versi terbaru. Juga membuat film dokumenter, merekam aktivitas yang berkaitan dengan pewayangan dari berbagai daerah di Indonesia.

Pendiri sekaligus pengelola Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma Agustinus Prayitno belum ingin mengatakan festival dan seminar dijadikan sebagai event tahunan. "Konsentrasi kami saat ini, bekerja semaksimal mungkin agar acara ini bisa berjalan lancar, dan kami jadikan pelajaran untuk pelaksanaan selanjutnya."

ROFIQI HASAN | JALIL HAKIM

Source : http://www.tempo.co/read/news/2013/09/23/114515988/Festival-Wayang-Internasional-Ajang-Pertukaran-Pengetahuan